Kamis, 01 Mei 2025

Bahagianya Menjadi Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga Bukan Pengangguran

Sebagian orang berpikir bahwa ibu rumah tangga ini seperti pengangguran karena tidak menghasilkan uang setiap bulannya dari perusahaan, lembaga, yayasan, atau sejenisnya. Ibu Rumah Tangga dipandang sebelah mata karena yang dilihat hanya melakukan pekerjaan rumah layaknya seperti yang dilakukan oleh Asisten Rumah Tangga. Padahal kenyataannya banyak sekali yang harus dilakukan oleh Ibu Rumah Tangga, bukan sekadar berbenah rumah dan memasak saja. Ia harus mengatur keuangan rumah tangga, memastikan bahwa pendidikan anak-anak terkendali, memberikan teladan yang baik kepada anak-anak. Tugas-tugas itu tentunya bukan urusan dan ranah asisten rumah tangga. Tugas-tugas itu berat. Tugas yang menjadi arsitek peradaban bangsa kelak.

Ibu Rumah Tangga memang tidak menghasilkan uang, namun jika digaji satu demi satu  dar pekerjaan hariannya bisa jadi gajinya lebih besar dari karyawan di perusahaan. Untuk menggaji tukang setrika baju, tukang masak, tukang antar jemput anak ke sekolah, tukang berbenah rumah, menjadi dokter dan perawat di rumah, menjadi manajer keuangan keluarga, dan sebagainya. Pandangan sebagian masyakarat seharusnya diluruskan dan dibuka cara berpikirnya.
Tidak semua wanita harus menjadi ibu bekerja di luar rumah, ada kondisi-kondisi tertentu yang menjadikannya harus berada di rumah. Setiap keluarga punya keputusan dan pertimbangannya masing-masing, jadi selayaknya harus dihargai dan dhormati secara penuh. Terlebih mungkin jika seorang suami bisa memberikan nafkah yang cukup dan berlebih, sehingga mereka memutuskan agar suami saja yang bekerja dan istri berada di rumah.

Ibu Rumah Tangga Mengaktualisasikan Diri

Agar tidak hanya sekadar menjadi Ibu Rumah Tangga, maka saya berpikir bahwa ia tidak boleh hanya melakukan aktivitas dapur dan sumur saja. Ibu Rumah Tangga harus berani dan mau mengaktuliasikan dirinya, misalnya berkomunitas, berorganisasi, menjalani kegemarannya yang bisa menghasilkan pundipundi rupiah maupun tidak, sehingga ia memiliki value yang terus tumbuh dan berkembang. Jika suatu saat misalnya memutuskan untuk bekerja di luar rumah, ia tetap bisa, ia mampu melakukannya dan mampu berkontribusi penuh.

Jika ia suka menulis, ia bisa berkembang dengan tulisannya walau “hanya” dalam rumah saja. Misalnya dengan aktif menulis di blog berbayar, mengikuti kompetisi-kompetisi menulis, mengikuti seminar kepenulisan, aktif di komunitas dan organisasi kepenulisan, dan menjadi pegiat literasi. Semua bisa dilakukan oleh ibu rumah tangga. Ketika ada agenda di luar rumah yang mengharuskan ia harus beranjak dari rumahnya, ia bisa berbagi tugas dan peran dengan suaminya atau kerabat dekat. Perannya menjadi Ibu Rumah Tangga tidak luluh. Ia tetaplah seorang Ibu Rumah Tangga, namun Ibu Rumah tangga yang bukan sekadar Ibu Rumah Tangga, Ibu Rumah Tangga yang bervalue tinggi.

Jika ia suka memasak, ia bisa mengembangkan bakat memasaknya dengan menjual hasil masakannya, mengikuti kursus-kursus memasak yang ia butuhkan. Semua dilakukan dengan konsisten, sehingga nantinya akan berbuah semakin besar. Ia akan merasakannya tidak secara instan, butuh waktu bertahun-tahun. Namun dengan begitu ia tidak akan merasakan kejenuhan, dan tidak menjadi sekadar ibu rumah tangga yang dipandang sebelah mata.

Jika ia suka kerajinan tangan, hasil dari kerajinan tangannya bisa dijual melalui orang-orang terdekat, mengikuti kursus kerajinan tangan yang levelnya lebih tinggi, aktif menunjukkan kerajinan tangannya di media sosial, sehingga nilai-nilai sebagai Ibu Rumah Tangganya meningkat.

Antara Ijazah dan Keterampilan

Terkadang, ada Ibu Rumah Tangga yang berpendidikan tinggi dengan latar belakang keilmuan sains misalnya, namun terus mengasah keterampilan menulis atau memasak. Apakah baik seperti itu? Itu pilihan masing-masing. Jika merasa tidak masalah, tentu saja tidak apa-apa. Apalagi jika sudah ada target ke depannya akan seperti apa. Persentase latar belakang keilmuan seseorang yang bekerja di ranah publik pun ternyata lebih tinggi disbanding yang linear dengan keilmuan yang ia miliki di perguruan tinggi. Jadi, tentunya di sini butuh dipikir lebih matang apakah mau mengambil jalan ibu rumah tangga yang berprinsip tetap pada latar belakang yang tercantum di ijazahnya atau mengasah hobi yang sudah ada.
Banyak orang sukses yang berhasil dengan skillnya tanpa melupakan latar belakang pendidikannya. Jadi apapun latar belakang pendidikannya, itu sebuah hal yang sudah ditempuh, ada kerangka berpikir yang terbentuk di sana, dan tidak selalu harus sejalan di kemudian hari. Setiap orang punya keutusan dan pilihannya masing-masing dan tidak perlu ada yang disesali. Semua yang telah dilalui ada prosesnya, tidak ada yang sia-sia, dan ada manfaat bersamanya.

Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga

Tidak perlu minder, berkecil hati, atau rendah diri menjadi Ibu Rumah Tangga, karena sejatinya Ibu Rumah Tangga adalah peran yang membanggakan ia menjadi madrasah untuk anak-anaknya, ia menjadi pengatur keuangan rumah tangga, ia sebagai pusat ketentraman dalam rumah. Jika teman-teman semasa sekolah dahulu sudah memiliki posisi dan jabatan tinggi di perusahaan, sudah menjadi pegawai negeri, sudah menjadi apa yang dimimpi-mimpikan orang, tidak perlu merasa bahwa ibu rumah tangga hanya berjalan di tempat, tidak melakukan pencapaian seperti mereka. Perlu ditanamkan di dalam diri bahwa menjadi ibu rumah tangga itu pekerjaan yang mulia yang tentunya tidak semua orang sanggup untuk menjalaninya.

Banyak wanita yang tidak siap menjadi Ibu Rumah Tangga karena begitu banyak gejolak di pikiran, merasa tidak bangga dengan diri sendiri, berpikir apakah anak-anak tidak bangga dengannya. Padahal itu hanya berada di dalam pikiran saja, masih banyak orang yang sangat menghargai keberadaan Ibu Rumah Tangga, sejatinya anak-anak ingin selalu ada di dekat ibunya, diperhatikan dan dipedulikan oleh ibunya, anak-anak rindu dengan ibunya. Maka, dengan segala hal keistimewaan itu apakah masih tidak bangga menjadi Ibu Rumah Tangga?

Jika Suatu Hari Bekerja di Luar Rumah

Wanita yang mengambil jalan menjadi Ibu Rumah Tangga saat ini belum tentu menjadi Ibu Rumah Tangga untuk seterusnya. Bisa jadi ketika anak-anaknya sudah besar, maka tugas pengasuhan yang harus didik di rumah selama 24 jam menjadi terbagi dengan sekolah, sehingga ia bisa mengaktualisaikan dirinya di luar rumah. Maka, ketika dulu ia memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga dengan mengasah keterampilannya, ia masih bisa survive di dunia kerja. Untuk itu, walaupun memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga sebaiknya tidak boleh hanya sekadar melakukan pekerjaan harian rumah saja, tetap harus mengasah dan menambah skill. Asupan nutrisi otak sangat dibutuhkan agar tetap melaju bersama perkembangan zaman.

Sebelum ingin aktif di luar rumah, sebaiknya sudah melakukan diskusi yang mindful bersama pasangan, sehingga tidak ada kesalahpahaman. Untuk memulai hal yang baru tentunya tidak mudah, ada hal yang biasanya dilakukan, namun Ketika sudah berubah menjadi bergerak seiring perubahan itu. Suami dan istri juga harus mengondisikan anak-anak agar terbiasa dengan hal yang baru. Mereka harus paham bahwa ada kondisi yang berubah, ibunya sudah tidak 24  jam lagi di rumah, yang mungkin juga ketika mereka pulang sekolah tidak langsung melihat Ibunya.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar