Minggu, 11 Mei 2025

Selalu Ada Cinta dalam Konflik


Kondisi rumah tidak selamanya penuh tawa dan senyum. Terkadang ada riak-riak kecil yang muncul, mungkin karena salah paham, komunikasi yang tidak baik, ego, lain sebagainya. Bisa disebut dengan konflik, karena ia berhubungan dengan dua atau lebih orang yang terlibat.


Iman tidak selamanya naik, ada kalanya turun. Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna yang imannya naik dan turun, tidak selamanya konsisten naik. Ia kadang tidak bisa menahan dan mengontrol marahnya, egonya, keinginannya. Terjadilah konflik. Namun di setiap ada konflik selalu ada cinta. Justru cinta ini yang membuat adanya konflik. Bisa jadi karena cinta terhadap dirinya sendiri, sehingga mengabaikan kebersamaan. Bisa jadi terlalu cinta terhadap pasangannya, sehingga seperti mengekang. Jadi konflik ini memang harus diredakan. Bagaimana caranya? Tentu, dengan cinta lagi.


Cinta yang seperti apa yang bisa meredakan konflik? Cinta yang membuat pasangan nyaman, lebih divalidasi perasaannya, lebih dihormati perannya. Terkadang, mengalah untuk damai adalah jalan yang lebih baik dari semua opsi yang ada. Namun tidak boleh jika hanya suami saja misalnya yang harus mengalah, juga tidak bisa terus-terusan istri yang mengalah. Keduanya harus saling memahami situasi. Paham kapan saatnya mengalah jika terjadi pergesekan.


Ibu punya peran besar untuk meredakan konflik di rumah. Hatinya yang besar dan lapang membuat suasana rumah semakin tenang. Namun ayah juga perlu diapresiasi atas usahanya mengontrol emosi saat di rumah. Di mana ia sudah lelah bekerja seharian memikirkan nafka untuk keluarganya. Tidak perlu ada yang merasa yang selalu berkorban. Ibu dan ayah punya porsinya masing-masing dalam menjalankan peran. Akan jauh lebih baik jika keduanya berlomba-lomba dalam kebaikan.


Di saat ada cucian piring yang menumpuk, ayah tiba-tiba ke dapur dan melihatnya. Sesaat langsung mencucinya tanpa diminta oleh ibu. Di saat air minum dalam dispenser sudah habis, tidak perlu menunggu ayah untuk mengisinya namun bisa langsung diisi sendiri. Betapa indahnya jika semuanya bisa dilakukan bersama-sama, saling menata hati, saling berlomba dalam kebaikan. Namun sungguh disayangkan jika semua hal yang di rumah berlomba untuk merasa paling berkorban, paling lelah. Semoga hal itu dijauhkan dari hati-hati kita.


Ibu Juga Bisa Romantis


Jika kita melihat layar televisi, banyak sekali suami yang romantis. Sisi romantis itu pertama dilihat dari suami yang memberikan cinta kasihnya pada istri. Namun sebenarnya istri atau ibu juga tidak kalah romantis. Romantis itu tidak hanya dilihat dari kata-katanya yang manis. Namun juga dari sikap, dari apa yang telah ia perjuangkan. Seorang ibu telah berjuang bangun pagi, memasak makanan untuk semua anggota keluarga, mengantarkan anak sekolah, menata ruangan rumah, dan hal-hal lainnya. Ia juga tidak ingin sekadar menyajikan sesuatu yang biasa, ia sungguh-sungguh melalukan hal yang terbaik untuk semuanya.


Menyediakan hidangan penuh gizi di rumah juga termasuk sisi romantisnya seorang ibu. Dimana ia berusaha memasak dengan penuh cinta agar masakannya dapat dinikmati oleh seisi rumah. Tak lupa ia berusaha menyempurnakan kandungan gizi yang lengkap pada sajian makanannya.


Ketika suami dan anak-anak mencari pakaian atau perlengkapan yang mereka kenakan, selalu ada cinta ibu yang membantu mencarikan. Romantis sekali bukan? 


Share:

0 komentar:

Posting Komentar