Sabtu, 31 Mei 2025

Tetap Produktif Bersama Anak Balita


Jangan khawatir tidak produktif jika punya anak balita. Ibu tetap bisa produktif kok, namun harus tetap ingat prioritasnya ya, bahwa ada amanah yang Allah beri untukmu wahai Ibu.

Ibu bisa produktif dengan manajemen waktu yang rapi. Anak balita tidak akan menghalangimu untuk mengaktualisasikan diri. Semua bisa diusahakan. Maka jangan takut, jangan khawatir, ada Allah yang memudahkan segalanya. Tanpa pertolongan Allah, semuanya menjadi sulit. Para ibu kuat karena Allah, bukan karena dirinya sendiri. Betapa Maha Pengasih nya Allah kepada para ibu yang melancarkan dan memudahkan segala urusannya. Tiada daya dan upaya kecuali karena pertolongan Allan semata.


Mungkin suatu hari seorang Ibu ini terlihat lelah. Ia merasa tidak produktif, tidak bisa menghasilkan karya, tidak bisa mengaktualisasikan diri. Hatinya sering lelah, apalagi badannya yang sehari-hari harus memgurus rumah. Namun perlu ia ketahui, ia sebenarnya tetap bisa menjadi dirinya yang kreatif dan aktif, namun ritmenya saja yang melambat karena ada amanah pengasuhan yang harus ia emban.


Di saat anak tidur, ia sebenarnya bisa melalukan banyak hal. Ia bisa memanfaatkan momentum itu. Ketika anak bersama orang lain selain dirinya, ia juga bisa merawat dirinya. Jadi ketika anak-anak masih balita tidak akan menghalangi produktivitas kerja. Semua bisa dilakukan, asal ada kemauan dan support system yang mendukung juga.


Semoga tidak ada ibu yang merasa sendirian dan kesepian lagi, tidak ada ibu yang berhenti berkarya, tidak ada ibu yang merasa dirinya stagnan. Ia tetap bisa melakukan apa yang ia sukai ditemani balitanya. Sesungguhnya momentum itu tidak akan terulang kembali. Suatu hari anak akan tumbuh dan berkembang menjadi remaja kemudian dewasa. Lalu momentum yang grasak-grusuk saat anak-anak balita akan menjadi momen yang dirindukan. Momen dimana dunia mereka adalah ibunya. Semua ibu. Mau makan harus bersama ibu. Mau mandi juga demikian. Mau bermain ditemani ibu. Kelak ketika mereka dewasa, sang ibu ingin kembali di masa-masa itu.


Maka ketika anak-anak tumbuh, maka ibu juga harus terus tumbuh seiring waktu. Anak-anak punya mimpinya sendiri, ibu juga punya mimpi. Maka ibu dan anak masing-masing meraih mimpinya. Mimpi ibu tidak boleh dipaksakan harus diikuti oleh anak. Anak bebas ingin memilih mimpi apa dalam arah kebaikan. Biarkan ibu dan anak berkembang sesuai passionnya masing-masing. Kelak ketika anak dewasa, ibu tidak menunut hal-hal yang tidak ia dapatkan sewaktu muda. Namun ia punya aktivitas untuk terus membangun mimpinya. Ibu bahagia, menghasilkan anak yang bahagia juga. Maka jika ingin anakmu bahagia, bahahiakan dulu dirimu wahai ibu.


Share:

Kamis, 29 Mei 2025

Ada Ibu yang Memendam Luka


Ada ibu yang diam-diam menangis karena perkataan orang yang menyakitinya. Ada ibu yang diam-diam pura-pura tidak tahu apa yang dikatakan orang. Hatinya menangis, namun ia berusaha tetap tersenyum. Hatinya luka, namun berusaha menyembuhkannya, membersihkan lukanya, menaruh obat merah dan menutup luka itu. Tidak banyak orang yang tahu. Ia berusaha baik-baik saja walau hatinya sering kali menangis.


Saat ini ia menangis, namun ia berjanji pada dirinya untuk bangkit dari lukanya. Ia berusaha tegar meski tertatih-tatih. Ia berdoa agar orang-orang yang melukainya Allah berikan hidayah. Ia tahu bahwa Allah Maha Kuasa. Begitu kecil bagi Allah untuk memutarkan keadaan sedih menjadi bahagia.


Ia tahu bahwa sabar dan ikhlas adalah dua hal yang bergandengan, tidak bisa dipisahkan. Ia yakin dengan dua kunci itu, ia akan merasakan nikmat dari Allah. Kesedihan akan berubah menjadi kebahagiaan jika ia sabar dan ikhlas. Sabar bukan berarti menerima kondisi begitu saja tanpa ada usaha. Maka, ia pun berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.


Selalu Ada Doa dari Ibu

Ketika ia menangis, ia hanya teringat pada ibunya. Ia menangis pada ibunya atas segala hal yang terjadi. Ia yakin doa ibunya mampu membuatnya lebih baik. Ia meminta ridho pada Ibunya. Di saat ia menangis, ibunya membentangkan sajadah agar anaknya diberi kekuatan, kesabaran, keikhlasan dalam menjalankan peran. Di saat anaknya menangis, ibunya juga ikut menangis, namun ibu tidak ingin menampakkannya. Ia khawatir dengan tangisannya itu anaknya tidak mau bercerita lagi. Ia tahan air mata itu. Ia ingin menjadi sosok yang kuat dan tegar di mata sang anak.


Di sepertiga malam yang khusyuk, ibu membentangkan doanya melangit, memohon pada Rabb-nya agar siapapun yang membuat anaknya bersedih mendapatkan balasan terbaik dari Allah. Ia serahkan kepada Allah, bagaimana Allah saja yanh mengaturnya dengan indah.


Masalah hati tidak pernah selesai. Ia tak ada ujungnya. Topik yang selalu ada kapanpun dan dimanapun. Hati-hati dengan hati. Kita tidak pernah tahu isi hati seseorang seperti apa, kecuali jika ia mengungkapkannya sendiri. Hati mudah sekali berbolak balik. Sekarang sedih, bisa jadi besok bahagia. Tidak bisa diprediksi kapan sedih dan senangnya. Hati haru selalu dijaga. Jangan sampai disakiti. Jika hati sakit, semua tindakan pun akan kacau. Maka, mari menjaga hati.


Share:

Rabu, 28 Mei 2025

Membasuh Luka Pengasuhan


Bagaimana karakter kita saat ini bisa jafi karena pola asuh yang sudah terbentuk sejak kecil. Mungkin ada trauma yang dalam, belum sembuh, sehingga ketika ada masalah, luka itu muncul seketika.

Ada luka yang masih menganga, belum kering, entah kapan sembuhnya. Maka membasuh luka pengasuhan itu sangat penting.


Tentang memaafkan diri sendiri, memaafkan orang lain, sekalipun itu orang terdekat kita. Regulasi emosi itu sangat penting dalam mendidik anak. Kontrol emosi ketika anak tidak sengaja menumpahkan air. Jika ada tantrum, menangis, biarkan ia selesai. Lalu validasi emosinya. Menangis tidak perlu ditahan. Biarkan mengalir. Anak laki-laki tidak mengapa jika menangis, itu bukan berarti cengeng. Ia sedang menuntaskan emosinya. Temani ia, jangan biarkan sendirian. Jangan dihentikan, disuruh untuk diam. Sebab suatu hari ketika ia semakin beranjak dewasa, ia tidak akan mengenali emosinya. Ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang tidak memiliki empati. Ia bisa tidak merasakan apa yang terjadi pada dirinya, keras pada dirinya.


Jika pun orangtua kita menoreh luka di masa kecil, maafkan mereka. Mereka tidak tahu, tidak paham. Maafkan ketidaktahuan mereka. Basuh luka-luka itu dengan sebenar dan sebersihnya. Jangan biarkan hati kotor, sebab akan merusak segala hal. Aktivitas tidak berkah, dan banyak kesakitan dalam jiwa.


Yang perlu dipikirkan adalah ke depannya kita dengan anak akan seperti apa. Apakah ingin mengulang hal yang sama atau melalukan perbaikan? Tentu jawabannya adalah pilihan yang kedua. Namun bagaimana langkah-langkah menuju perubahan itu? Tentu ibu harus berilmu, harus paham apa yang akan dilakukan atau sudah dilakukan.


Peluk diri, pahami diri, taril napas lalu hembuskan. Niatkan diri agar berubah kepada hal yang lebih baik. Doakan agar anak-anak menjadi anak yang salih salihah. Minta pertolongan dan petunjuk pada Allah agar diberikan kemudahan dalam mendidik anak-anak. Semua tidak mudah, namun bisa. 


Semoga luka-luka yang menganga segera tertutup. Luka yang masih basah segera mengering. Luka yang masih tersimpan, dibuang saja. Luka yang masih diingat, berusaha untuk dilupakan. Semuanya bertahap, tidak bisa instan. Hatus dimulai dari dirii sendiri, membersihkan hati, dan memperbaiki hubungan.


Semoga kita menjadi pribadi yang senantiasa Allah berikan hidayan untuk selalu membersihkan hati dan jiwa, istilahnya adalah tazkiyatun nafs.


Share:

Selasa, 27 Mei 2025

Tidak Perlu Sempurna, Namun Selesaikan Dulu


Seorang ibu atau siapapun itu terkadang ingin sempurna dalam melalukan apapun. Ada target dan capaian tersendiri yang ingin ia capai, namun lupa bahwa waktu terus berjalan. Ia memikirkannya terlalu lama, sehingga sekali dua kali terlewat dia kerjakan. Sesuatu yang terlalu dipikirkan memang tidak baik, sehingga yang terpenting itu adalah tidak mengharapkan kesempurnaan. Dikerjakan secara bertahap atau perlahan lalu selesai lebih bail dibanding pengerjaaan yang hatus sempurna melebihi ekpektasi.


Saat bekerja, jika melibatkan orang-orang di sekitar, maka ibu harus berusaha menurunkan egonya. Ingin terlihat lebih cepat, lebih baik, dan lebih segalanya tidak baik dalam tim. Tim adalah sebuah kesatuan yang semestinya bergandengan tangan dalam mengerjakannya. 


Menjadi ibu tidak mesti harus memaksakan diri atau kondisi yang tidak bisa dicapai. Ibu juga pasti akan merasakan lelah, ingin istirahat. Sehingga perlu adanya prioritas, membuat jadwal pribadi atau to do list akan jauh lebih baik. 


Jika target tidak berhasil, tidak perlu menyerah, sebab akan ada hari-hari yang membuatnya jauh lebih indah. Bisa jadi target hari ini tidak berhasil karena target yang lebih besar ternyata sudah Allah siapkan untuk bisa kita lewati.


Bertetangga

Sebagaimana kita ingin dihargai, dihormati, dan dirangkul, maka kita pun harus berbuat demikian kepada siapapun, yang dalam hal ini kita bahas bertetangga. Selayaknya kita mengenal baik tetangga kita, mengenal namanya, asalnya, keluarga intinya, pekerjaannya apa. Di tahap awal mengenali bisa dari yang umum-umum saja yang perlahan menuju ke khusus jika semakin saling terikat hatinya.


Dalam bertetangga ada adab-adab yang harus dijaga. Dimana semuanya dituntut untuk saling mengerti, saling memahami, agar tidak terjadi konflik. Kita tidak boleh ingin harus dipahami terus menerus, juga tidak boleh menuntut harus dimengerti terus. Semuanya bekerja dalam kata “saling”. 


Awal pertikaian atau konflik bertetangga justru karena memang salah satu atau keduanya meninggikan ego. Jadi jika tidak ingin berkonflik, harus ada rasa empati dan simpati yang harus dimunculkan. Semoga kita semua para ibu terus menerapkan sikap-sikap terbaiknya agar senantiasa rukun dengan tetangga.


Share:

Sabtu, 24 Mei 2025

Mendidik Anak dengan Cinta


Terdengar sangat sederhana, mendidik anak dengan cinta. Namun pada penerapannya tidak semudah apa yang diucapkan. Orangtua tidak selalu bisa menerapkan ini, kadang ia atau mereka lebih mencintai dirinya, ada ego yang lebih tinggi, ada tekanan dan sebagainya. Mendidik anak dengan sepenuh cinta butuh mental yang sehat.


Saat ini marak sekali kita dengar atau baca di media sosial ibu yang baby blues, post partum depression yanh berkepanjangan, sehingga yang menjadi korban adalah anak yang seharusnya ia cintai dengan tulus. Seorang ibu utamanya sangat membutuhkan support system. Ia sangat lelah, bagaimanapun kondisinya. Makhluk yang lemah. Ia butuh kekuatan dan dukungan dari suaminya. Namun terkadang suami abai. Suami merasa istrinya baik-baik saja. Padahal istrinya memendam semua gejolak yang ada di jiwanya. Ia simpan rapat-rapat. Namun gejolak yang negatif itu sewaktu-waktu bisa meledak, melukai orang di sekitarnya, terutama anak.


Agar ibu bisa mendidik anak dengan cinta, maka ia harus merasa dicintai terlebih dahulu. Ia harus bahagia. Jika ia tidak merasa dicintai, maka akan sulit baginya untuk membagikan cintanya kepada siapapun. Seperti cinta sepihak jika ia hanya memberikan cinta. Tentu saja ia menginginkan cinta yang berbalas. Cinta yang tidak bertepuk sebelah tangan. Cinta yang gayung bersambut. 


Support system utamanya adalah suami. Banyak ibu yang tidak memiliki baby sitter ataupun asisten rumah tangga, namun cinta suami terhadapnya begitu besar. Sehingga selelah apapun harinya, ia tetap bahagia. Ketika suami pulang bekerja, langsung mengambil peran untuk menggendong bayi, mengambilkan nasi kepada istri yang sedang menyusui, atau bahkan bangun tengah malam menemani istri menyusui bayinya. Istri akan sangat bahagia jika ia merasa ditemani. Ia merasa tidak sendirian menjalani hari-harinya. Ada dukungan penuh suami yang menjadikan ia bahagia.


Namun di belahan bumi yang lain bahkan ada ibu yang memiliki asisten rumah tangga atau baby sitter, namun hatinya gundah, ia mengalami gangguan kesehatan mental. Setelah ditelusuri ternyata suaminya tidak memerhatikannya. Suami terua bekerja tanpa mengenal waktu. Padahal ia ingin sekali menceritakan kesehariannya di rumah bersama anak. Namun itu tidak ia dapatkan. Sehingga apa yang terjadi? Tangki cintanya tidak terisi. Sehingga ia tidak bahagia. Ketidakbahagiaan ini menimbulkan efek-efek kepada pengasuhan anak. Ibu mudah tersulit emosi. Ibu mudah marah dan bisa melukai tubuh anak seperti memukul atau mencubit. Na’udzubillah.


Mendidik cinta itu harus diusahakan kedua pihak, baik dari istri maupun suami. Tidak bisa hanya sepihak saja. Jika sepihak, artinya tidak ada keselarasan, keseimbangan. Hasilnya bisa dipastikan tidak optimal. Akan ada yang merasa si paling berkorban, si paling lelah, si paling keluarga. Bisa jadi dari sudut pandang suami, ia merasa bahwa kesibukannya bekerja adalah untuk keluarga, agar istri dan anak-anaknya bisa terpenuhi kebutuhannya. Namun ia lupa bahwa kehadirannya juga penting di tengah orang-orang yang mencintainya. Suami perlu disadarkan perannya baik melalui istri secara langsung, orangtua, kerabat atau orang yang berpengaruh dalam hidupnya seperti guru atau ustadz. Semoga menjadi pelajaran bagi para suami untuk mendidik anak dengan penuh cinta. 


Share:

Jumat, 23 Mei 2025

Ananda Membutuhkan Sosok Ayah

Tugas Ayah bukan hanya menafkahi keluarga, namun lebih besar dari itu. Ayah juga punya kewajiban mendidik anak. Hal itu bukan hanya tugas ibu. Anggapan bahwa ayah hanya mencari nafkah tentu saja keliru. Banyak ayah yang menghabiskan waktunya untuk bekerja terus hingga lupa waktu. Ayah lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah bersama teman-temannya misalnya. Sememtara ibu di rumah dengan susah payah mendidik anak. Ketika pulang ke rumah, badan sudah lelah, iapun enggan untuk sekadar mengobrol dengan istri dan anak-anaknya.


Fase 0 - 2 Tahun Ananda

Periode ini disebut periode emas, periode 1000 tahun pertama sejak dark dalam kandungan. Ayah yang memiliki ilmu parenting pasti akan langsung mengambil peran untuk anaknya. Peran ayah semakin besar seiring bertambahnya usia anak. Terlebih ketika ananda memiliki adik. Ayah harus memiliki ikatan emosional yang kuat untuk meminimalisir sibling rivalry. Perhatian ibu tentunya menjadi terbagi-bagi. Adik yang baru lahir butuh perhatian yang lebih besar. Nah, di sinilah peran ayah mulai muncul untuk mengungkapkan bahwa sang kakak tidak akan pernah kehilangan kasih sayang orangtuanya. Ia akan tetap dicintai seperti sebelumnya.


Fase 2 - 4 Tahun Ananda

Di periode ini, Ayah harus lebih banyak meluangkan waktu untuk bermain dengan anak-anak. Anak yang dekat dengan ayahnya memiliki kepercayaan yang lebih tinggi dibanding anak yang tidak dekat dengan ayahnya. Rasulullah sendiri sering bermain dan bercanda dengan cucu-cucunya, seperti Hasan dan Husein.


Fase 4 Tahun 

Periode ini memasuki babak eksplorasi bermain di liar rumah. Ayah harus mengenalkan dunia luar, alam yang indah kepada anak-anak. Di masa ini ananda juga diajarkan untuk membiasakan salat berjamaah, berkunjung ke rumah saudara atau kerabat. Hal tersebut tentunya akan sangat baik untuk menumbuhkan sosialisasinya. Anak diajarkan secara bertahap untuk bersosial, meneladani nilai-nilai yang terlihat dari sikap ayahnya.


Janganlah menjadikan anak yang memiliki ayah namjn seperti anak broken home. Peran kedua orangtua sangatlah penting. Ayah dan ibu harus bersinergi dalam mengasuh dan mendidik anak. Anak yang tidak mendapatkan pendidikan dari kedua orangtuanya akan memiliki efek tersendiri untuk kehidupan anak. Entah karena orangtuanya berkonflik, meninggal, cerai atau karena terlalu sibuk bekerja.


Adapun efeknya bisa menjadi memiliki sifat cemburu dan dengki terhadap anak lain yang bahagia. Anak juga bisa menjadi tertutup karena bingung harus bertanya dan bercerita kepada siapa misalnya. Selain itu anak tidak memiliki pegangan. Ia bingung harus berjalan ke arah mana, terombang-ambing oleh keadaan. Na’udzubillahi mindzalik. 


Share:

Kamis, 22 Mei 2025

Keistimewaan Ibu Saliha


Allah memberikan kado istimewa untuk para ibu agar dapat beribadah dengan khusyuk, fokus dan maksimal di rumah. Keistimewaan ini Allah berikan tentunya dengan tujuan. Tidak mungkin keistimewaan ini hanya hadir begitu saja. Tujuannua adalah agar optimal dalam mendidik anak-anak di rumah.


Pada Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 33 ibu dianjurkan untuk lebih banyak beraktivitas di rumah. Terjemahannya, “ Hendaklah kamu tetap di rumahmu”. Seruan ini diperuntukkan untuk para ibu. Bahkan seperti yang kita ketahui bahwa shalat wanita atau dalam hal ini ibu/bunda lebih utama di rumah daripada di masjid. Namun bukan berarti wanita tidak boleh keluar rumah. Islam tidak membatasi peran ibu. Ibu boleh berkegiatan di luar rumah, mengasah keterampilan, belajar, bersosial, asalkan sesuai rambu-rambu syariat Islam dan tidak lupa perannya di rumah. 


Tentunya tidak boleh jika sampai abai dan melupakan perannya di dalam rumah dengan berbagai kegiatan di luar. Sehingga butuh pencerahan, arahan, kepada para ibu agar selalu mengingat fitrahnya di dalam rumah. 


Ibu Tidak Wajib Mencari Nafkah

Tidak ada keharusan bahwa para ibu harus membantu suami untuk mencari nafkah. Nafkah wanita itu sendiri ditanggung oleh para lelaki, baik itu ayah, suami, saudara laki-laki, ataupun anak laki-lakinya. Mereka bertanggunh jawab di hadapan Allah untuk menafkahinya. Tujuannya sangat mulia, yaitu agar para ibu bisa lebih fokus menjalankan tugas fitrahnya di rumah.


Namun jika ibu ingin mengaktualisasikan diri, memgembangkan diri di luar rumah, boleh saja, namun dengan syarat-syarat yang sudah ditetapkan Islam. Ada adab-adab yang perlu diperhatikan seperti tidak berbaur dengan laki-laki non mahrom, tidak memperlihatkan aurat di luar rumah, tidak menghabiskan waktu dengan bercanda, dan lainnya.


Banyak perempuan yang justru bisa berkembang dan mengaktualisaikan dirinya di dalam rumah. Misalnya dengan keterampilan yang ia miliki, memasak, membuat kerajinan tangan, menulis, dan lainnya. Semoga para ibu dengan penuh kesadaran dan bahagia bisa berdaya, berkarya dan berdampak dari dalam rumah.


Antara Ibu, Baby Sitter, dan Asisten Rumah Tangga.


Tanpa mengkerdilkan ibu yang memiliki baby sitter dan asisten rumah tangga sama sekali, tugas ibu dan mereka tentunya berbeda. Hubungan antara ibu dan anak tercinta adalah hubungan yang emosional. Anak adalah bagian dari ibu, ibu adalah bagian dari anak. Tidak bisa dipisahkan. Ibu merawat anaknya dengan penuh cinta, sementara  baby sitter atau asisten rumah tangga melalukannya atas dorongan tugas, kerja, kewajibannya yang sudah diupahi. Jika kita amati, tentu saja cinta dan tugas sangat jauh berbeda perbandingannya.


Ketika mengurus, mendidik, dan merawat anak, ibu tentu akan merasa bahagia. Walaupun banyak kasus yang kita lihat tidak bahagia karena berbagai faktor ya. Namun fitrahnya ibu pasti bahagia. Kebahagiaan terpancar dari sikap, kata, dan gesture tubuh dari ibu. Baby sitter atau asisten rumah tangga banyak yang kita perhatikan dengan terpaksa, muka yang jenuh dan letih merawat anak dari majikannya.


Adapun kasus jika ibu yang bekerja di ranah publik, bisa bersinergi, mendelegasikan tugas pengasuhan sementara kepada baby sitter atau asisten dengan bahasa yang bijak. Ketika ibu tidak bersama anak, baby sitter bisa mengambil peran bagaimana mengondisikan anak agar merawatnya dengan kasih sayang. Namun tentunya tugas ini bukan tugas penuh, tetapi sifatnya hanya sementara. Tugas pengasuhan tetap dimiliki oleh ibu sendiri. 


Share:

Senin, 19 Mei 2025

Peran Ibu Hebat


Peran Ibu secara waktu terlihat lebih banyak dibanding ayah. Sebab, Ibu yang berada di rumah, sementara Ayah mencari nafkah. Ibu yang berada di dekat anak, mulai dari dalam kandungan, memasuki masa golden age, memasuki masa pra baligh, hingga akhirnya ketika ia sudah baligh lalu akan berbaur dengan lingkungan.


Tidak bermaksud mengecilkan peran Ayah, seorang Ibu lebih dekat dengan anak sefara fisik, psikologis, dan emosional. Kasih sayang ibu terlihat lebih besar dibanding Ayah, karena anak adalah bagian dari Ibu. Terutama saat berada di dalam kandungan, Ibu dan anak menyatu dalam tubuh Ibu. Allah memberikan anugerah berupa fitrah keibuan dan kelembutan kasih sayang pada seorang Ibu. Fitrah tersebut muncul dari hormon prolaktin yang diproduksi oleh kelenjar pituitari saat mengandung hingga masa menyusui. Kondisi inilah yang membuat Ibu mampu bangun tengah malam demi kenyamanan anak yang ia cintai, khususnya pada 1000 hari pertama. Fase 2 tahun pertama ini memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter.


Fase menyusui adalah fase yang krusial, di fase ini ada bonding antara Ibu dan anak. Orang yang pertama kali dikenali oleh anak adalah ibunya. Ia mengenali aroma tubuh Ibunya, mengenali wajah ibunya, dan tingkah lalu ibunya. Perlahan, ketika berusia enam bulan, ia akan memulai hubungan sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. 


Bahasa yang pertama kali ia dengar adalah bahasa ibunya. Ia pertama kali mempelajari bahasa ibunya. Jika ibunya berbahasa daerah, maka akan keluar bahasa-bahasa daerah jika anak mulai bisa mengucapkannya. Logat bahasa ibu yang ia dengar pada usia dini akan tertanam dalam dirinya di masa-masa golden age itu. Akan bisa berubah ketika ia berada di lingungan yang lebih luas ketika beranjak besar.


Fase menyusui adalah fase yang menguatkan bonding antara ibu dan anak. Betapa pentingnya fase menyusui ini. Saat menyusui alangkah baiknya ibu berinteraksi dengan anak, mengajak anak bercerita. Sang anak akan merespon dengan caranya sendiri. Ketika ia semakin besar akan berpengaruh pada dirinya. Anak akan berkembang dengan jauh lebih baik jika ibu selalu mengajak anak interaksi. Betapa besarnya peran ibu dalam pengasuhan dan pendidikan anak. 


Share:

Minggu, 18 Mei 2025

Mendidik Ananda di Rumah


Rumah adalah sekolah atau madrasah pertama untuk anak. Maka fondasi di rumah haruslah kuat. Di rumah mulai di tanamkan akidah yang benar seperti apa. Semua dimulai sejak dini dan dari hal yang paling kecil serta sederhana. 


Apa yang dilalukan oleh orangtua di rumah, akan dotiru oleh anak. Rumah adalah tempat ia belajar paling lama, jadi pelajaran-pelajaran itu sudah seharusnya berawal dari rumah. Orangtua yang mengajarkan pendidikan yang baik, sesuai fitrah anak tentu akan menjadi anak yang alih dan saliha. Namun jika orangtua abai, maka rumahlah yang menjadi pertanyaan awal pula. Seperti apa didikan orangtuanua di rumah sehingga anak berperangai buruk misalnya. 


Allah menjadikan anak-anak sebagai amanah bagi orangtua. Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak di akhirat atas apa yang telah dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. 


Ada sebuah hadis dari HR Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), kedua orangtuanya yang menjadikan dia yahudi atau Nasrani. Makna hadis tersebut bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan muslim. Orangtuanya lah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani. Jika saat dilahirkan orangtuanya adalah muslim, maka anak itu pun akan menjadi muslim. Artinya, orangtuanya lah yang bertanggung jawab atas agama anak-anaknya. Sebab, Allah telah menanamkan fitrah Islam itu dalam diri anak. Maka tugas orangtuanya lah yang bertanggung jawab agalr fitrah Islam itu tetal tertanam dalam diri anak-anaknya. Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan optimal dan baik sesuai fitrahnya. 


Jadi, mendidik ananda di rumah merupakan hal yang krusial. Islam begitu peduli terhadap kualitas keluarga. Keluarga adalah tempat pertama yang menjadi rumah yang hangat, nyaman, dan tenteran untuk anak. Jadi fondasinya harus kuat.


Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan karakter. Anak-anak lebih mudah mendengarkan dan diarahkan oleh orangtuanya karena pengaruh lingkungan belum begitu besar. Hati mereka masih sangat jernih, sehingga orangtua bisa menanamkan nilai-nilai kebaikan yang bermanfaat sejak dini. Rumah yang kokoh dengan pendidikan Islam akan menjadikan anak-anak kuat dengan perubahan zaman. Saat beranjak remaja dan dewasa pun akan kuat dengan berbagai hal di luar lingkungan rumah. 


Share:

Sabtu, 17 Mei 2025

Merawat Fitrah Ananda

Banyak kasus yang kita temui tentag fitrah anak yang menyimpang. Sungguh ironis, namun begtulah fakta saat ini. Padahal merawat dan menjaga fitrah anak itu sudah diterapkah oleh Rasulullah, sahabat. Dan para tabi’in. Namun sepeninggal mereka muncullah banyak sekali penyimpangan. Sungguh tak sanggup membaca dan mendengar kisah-kisahnya. Penyimpangan itu semakin besar dengan pengikut yang bertambah dari waktu ke waktu. Sungguh jauh dari nilai-nilai Islam.

Saat ini ada hal yang bisa dilakukan, diubah, untuk Kembali ke peradaban yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bagaimana caranya? Tentu begitu kita bertanya. Salah satu caranya melalui pendidikan. Pendidikan di sini dalam arti luas, bukan hanya Pendidikan formal. Pendidikan yang melibatkan akal, jiwa, karakter, ruhiyah, dan jasmaniyah. Semua itu tujuannya untuk membimbing, menyiapkan generasi bangsa, yaitu anak-anak saat ini untuk siap menghadapi kondisi di masa mendatang.

Namun, bagaimana penerapannya? Tentu tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Penerapannya bisa bertahap, Panjang, butuh waktu bertahun-tahun. Pendidikan itu dimulai dari rumah. Rumahlah tempat pertama dimana pendidikan itu berjalan, bukan lingkungan, bukan pula sekolah. Siapa yang ada di rumah? Ayah, ibu, dan anak-anak. Porsi ibu paling besar di sini, karena ialah madrasah pertama keluarga itu.

Ibu diharapkah dapat mendidik anak-anak sejak dalam kandungan hingga ia menjadi khalifah di muka bumi ini, minimal khalifah untuk dirinya sendiri. Fase usia dini, yang sering dikatakan golden age merupakan fase keemasan pembentukan pribadi anak-anak. Di masa ini fitrahnya masih terjaga, jangan sampai dirusak oleh ketidaktahuan pendidik di rumah sendiri. Fitrah sejak usia dini harus dibangun dengan keislaman. Jika terlambat memberikan Pendidikan fitrah ini, akan fatal akibatnya di kemudian hari. Sebab bebannya akan semakin berat, harus dibersihkan dahulu hal-hal yang kotor agar bisa membersihkan fitrahnya. Namun jika sudah dibina sejak kecil, potensi yang sudah ada dalam dirinya bisa langsung terbangun.

Pentingnya fondasi sejak kecil dari dalam rumah untuk merawat fitrah ini. Pendidkan adalah kuncinya. Pendidikan ini bersifat rekonstruktif dimana ia mampu merobohkan karakter-karakter yang tidak baik, yang using, yang kotor, sehingga bisa ditanamkan  nilai-nilai yang sesuai fitrahnya. Fondasi awal itu sangat penting dan menentukan. Jangan sampai kita sebagai orang tua lalai terhadap ini. Mari kita bangun pelan-pelan dengan konsisten nilai-nilai Islami dari dalam rumah. Semangat wahai para ibu, kalian adalah arsitek peradaban Islam.

Share:

Jumat, 16 Mei 2025

Ia Ibarat Kaca yang Berdebu


Seorang wanita fitrahnya lembut. Walau ada yang terlihat keras, namun sebenarnya ia tetaplah lembut. Sisi lembutnya itu akan terlihat di beberapa sisi jika memang tidak terlihat di semua sisi. Maka, wahai para lelaki bersikap dan berkatalah dengan lemah lembut pada ibu, karena ia akan retak jika engkau terlalu keras terhadapnya. Namun jika terlalu lembutpun ia akan berdebu, tidak bersih terlihat. Ibu ibarat kaca yang berdebu, jika terlalu lembut menekannya, ia akan tetap berdebu. Namun jika terlalu keras ia akan pecah berkeping-keping. Jadi memang harus berhati-hati dalam bersikap dan bertutur padanya.


Sungguh lembut hatinya, hingga tak akan ia biarkan orang-orang yang ia sayangin disakiti oleh siapapun. Saking lembutnya bahkan ia rela berkorban, rela melakukan apapun untuk membahagiakan orang yang ia kasihi. Sungguh tak terhingga kasih sayangnya terhadap anak-anaknya, begitupun baktinya oada suaminya. 


Namun ketika mendengar suara yang meninggi dari suami misalnya, hatinya langsung rapuh. Ia seperti kehilangan jati dirinya, tidak ada arah. Ia bingung mengapa cintanya dibalas dengan bentakan. Sungguh lembut. Ia terkadang mencoba tegar dengan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang, namun sebenarnya hatinya rapuh. Ia simpan dalam-dalam, meredam semuanya. Ia yakin bahwa yang bisa mengendalikan hatinya hanya ia dan Allah Yang Maha Menguasai Hati manusia. Ia yakin Allah akan menguatkan hatinya yang lembut namun tetap tegar dihadang oleh apapun.


Perhiasan Dunia


Wanita ibarat perhiasan. Sebuah hadits mengatakan bahwa sebaik-baik perhiasan adalah wanita salihah. Begitupun seorang ibu, ia adalah perhiasan di rumahnya. Ia begitu berharga. Segala upaya yang ia lalukan untuk keluarganya begitu berharga. Perhiasan itu memang patut diberikan gelar kepadanya. Ia taat pada suami, ia menyayangi anak-anaknya dengan penuh cinta karena Allah. Sungguh, betapa mulianya ia.


Ibu adalah perhiasan.  Ia harus dijaga, harganya tak terhingga, tidak akan bisa dinilai dengan mata uang apapun. Jika ia keluar rumah, maka akan ada pancaran-pancaran yang menyilaukan, sehingga harus ditutup auratnya. Tidak semua orang bisa sesuka hati melihatnya, hanya orang-orang tertentu dan terdekat saja. Begitu kan perhiasan berharga yang harganya milyaran bahkan triliunan? Nah, seorang ibu yang lebih dari itu bahkan tidak terhingga nilainya tentu saja juga tidak sembarang orang bisa melihatnya.


Ia menjaga marwahnya, ia menjaga kesucian dirinya, menjaga harkat dan martabat keluarganya dengan akal, pikiran, dan hatinya. Sungguh mulia seorang ibu, perhiasan dunia yang tiada tandingannya.


Share:

Kamis, 15 Mei 2025

Kuatkan Ibu


Wahai para ayah, kuatkan istri kalian. Sebab jika ia kuat, akan ia hadapi semuanya dengan mudah. Kuat mental, kuat fisik juga. Jika ia sakit sedikit saja, pekerjaan di rumah akan berantakan. Rumah tidak lagi rapi. Tidak ada yang berbenah. Namun jika ibu sehat, sebanyak apapun pekerjaan rumah, maka akan ia jalani. Akan lebih indah jika dijalani dengan senyuman karena semangat suaminya. Maka, kuatkanlah istrimu.

Kuatkan jiwanya juga jika ada omongan-omongan yang tidak menyenangkan. Hanya engkau temannya bisa berbagi keluh kesah apapun. Ia tidak akan mengadukan apa yang terjadi pada orangtuanya lagi. Jika engkau tidak membesarkan hatinya, maka kepada siapa lagi dia akan bercerita? Sebesar apapun masalah yang ia hadapi di luar, namun engkau berpihak kepadanya, maka semuanya akan terasa ringan.


Surat cinta untuk para ayah


Wahai ayah, kami tahu bahwa kalian sangat lelah mencafi nafkah. Kalian memikirkan bagaimana bertanggung jawab atas amanah-amanah yang telah Allah berikan. Namun ketahuilah, bahwa istri dan anak-anak juga membutuhkan kalian. Istri ingin didengar, diperhatikan, dan divalidasi perasaannya. Anak-anak ingin bermain bersama ayahnya, ingin dibacakan cerita sebelum tidur, dan ingin bercerita kesehariannya hari ini.


Wahai ayah, ingatlah, bahwa apa yang telah kita jalani hari ini akan menjadi hari-hari indah yang akan di kenang di kemudian hari. Jika engkau tak meluangkan waktumu sedikit saja, apa yang harus dikenang? 


Saat anak-anak kecil, mereka butuh figurmu. Jadilah sosok yang membanggakan untuk mereka, sosok teladan yang dapat mereka contoh, sosok pengayom sehingga mereka merasa aman didekatmu, sosok peduli yang dengannya mereka merasa tenteram di dekatmu. 


Kami yakin engkau bisa mengelola waktumu sedemikian rupa sehingga bisa bermain dengan keluarga. Akan selalu ada rindu untukmu. Tidak kah engkau juga merindukan kami? Kapanpun, kami akan selalu mendoakanmu. Ketika hujan turun dan engkau belum sampai ke rumah, anak-anak berpikir bagaimana ayahnha akan pulang? Apakah baju ayah nanti akan basah? Apakah air hujan akan masuk ke dalam sepatu ayah? Dan pertanyaan-pertanyaan yang mengkhawatirkan dirimu, wahai ayah.


Sungguh, kita butuh waktu yang berkualitas, waktu yang kuantitasnya juga banyak. Jika berlibur, buatlah pikiranmu fokus kepada kami, tidak pada pekerjaan. Sebab kami juga tidak ingin hanya raganua yang berada di dekat kami, namun pikiranmu masih tetap pada pekerjaan. Yakinlah, sesusah apapun masalah di pekerjaanmu, Allah akan beri pertolongan. Tidak perlu dihiraukan, tidak perlu dipikirkan terlalu berat, seban akan membebanimu. Kami tidak ingin engkau terlalu tertekan. Hadapilah dengan senyuman dan optimis. Setiap masalah pasti ada solusinya. Allah sudah memberikan sepaket itu penuh cinta.



Share:

Selasa, 13 Mei 2025

Keikhlasan Ibu

Ikhlas sering sekali bergandengan dengan sabar. Dimana ada sabar, biasanya ada ikhlas. Mereka bagaikan dua sisi yang tidak terpisahkan. Sebab memang arahnya selaras. Keikhlasan seorang ibu dalam menjalankan perannya tentu akan ada buah manis yang didapatkan setelahnya. Ibu yang ikhlas akan terasa menjalankan semuanya seperti tanpa beban walau sebenarnya sangat berat ia jalani. Banyak hal yang membuatnya ingin menangis, namun dengan keikhlasannya tangisan itu membuatnya lebih kuat.

Ikhlas membersihkan rumah, menata ruang, menyiapkan sarapan, mengantarkan anak ke sekolah tanpa minta gaji kepada suami. Jika dihitung jumlah semua yang ia lalukan, bisa jadi gaji suaminya lebih rendah daripada apa yang ia lalukan. Bayangkan jika dihitung gaji tukang masak, baby sitter, tukang kebun, ojek yang mengantar anak ke sekolah, tikang setrika, asisten rumah tangga, bisa jadi gaji UMR akan kalah saing.

Wahai ibu, semoga keikhlasanmu mengantarkan ke surga dari pintu mana saja. Berbahagialah menjadi ibu, baik yang bekerja di ranah publik maupun tanah domestik. Keduanya tidak perlu dibenturkan. Keduanya punya peran yang besar untuk peradaban. Mari saling memahami, saling mendukung, dan saling menginspirasi.

Ibu Produktif Berkarya

Karya tidak hanya menghasilkan uang. Ada karya yang menghasilkan profit dan ada yang non profit. Karya yang menghasilkan profit tentunya sangat bagus. Ia bisa mengaktualiaasikan dirinya di tengah gempuran ekonomi yang tidak stabil di negeri ini. Namun karya yang tidak menghasilkan profit juga perlu diapresiasi. Ia bisa mengajarkan ilmu kepada masayarakat misalnya seperti pemberdayaan masyarakat, kelas-kelas gratis untuk menulis, yang saat ini bisa jadi profitnya tidak ia hasilkan namun di masa mendatangkan karyanya itu akan memiliki profit.

Ibu yang berkarya tidak akan merasa jenuh beraktivitas di rumah. Karena di dalam dirinya ada target-target, ada visi misi yang harus ia jalankan sebagai insan di muka bumi, sebagai ibu, sebagai istri, atau sebagai anak. Ia tidak akan bermalas-malasan. Ia produktif melakukan berbagai aktivitas di rentang kemampuan dan kapasitasnya.

Dengan produktif berkarya, ia memiliki value di rumah dan di masyarakat. Ibu rumah tangga tidak dianggap lagi pengangguran, karena walaupun ia di rumah ilmunya terus berkembang. Ia terus belajar. Ia terus produktif menghasilkan karya.

Misalkan saja ada seorang ibu yang berkarya dengan hasil masakannya. Hasil masakan ini dijual dan menghasilkan uang. Jika ia terus menerus mengembangkan usahanya semaksimal mungkin, di masa depan ia akan menjadi pengusaha sukses yang menginspirasi ibu-ibu. Awalnya memang ia adalah ibu rumah tangga. Namun ketika anak-anaknya sudah semakin bertumbuh, orang mengenalnya pengusaha, bukan lagi ibu rumah tangga yang dianggap tidak memiliki pekerjaan apa-apa.

Ibu Bahagia Kunci Rumah Bahagia

Untuk para suami, bahagiakanlah istrimu. Untuk istri yang bergelar ibu, bahagiakanlah dirimu sendiri. Jika merasa tidak mendapatkan kebahagiaan di luar, maka dirimu sendirilah yang bisa membuat bahagia. Kendali ada di tanganmu wahai ibu. Engkau yanh memegang kunci kebahagiaan itu, tentunya atas izin Allah.

Jangan berlarut-larut dalam kegelisahan dan kesedihan. Yakinlah bahwa selalu ada pertolongan Allah dalam tiap usaha yang engkau lalukan.

Rumah akan bahagia jika ibu bahagia. Anak-anak akan merasakan energi-energi positif jika ibunya bahagia. Namun jika ibu tidak bahagia, anak-anak bisa menjadi korban. Ibu marah-marah tidak jelas ketika ada air yanh tumpah misalnya. Kemarahannya diarahkan ke anak-anaknya. Padahal anaknya tidak sengaja menumpahkan air karena tersenggol. Semua orang pernah menumpahkan air. Namun mengapa kemarahannya melihat itu sangat besar? Sebab ibunya tertekan, ibunya tidak bahagia.

Wahai ayah, bantu istrimu di rumah agar tidak terlalu kelelahan. Sediakan asisten rumah tangga jika diperlukan. Bantu ia membereskan rumah yang berantakan. Sebab bantuanmu sangat berharga baginya, walau hanya sekadar mencuci piring bekas sarapanmu saja, walau hanya meletakkan handuk setelah mandi pada gantungannya. Sederhana, namjn sungguh berharga baginya. Bantu ia menjaga kesehatan mentalnya. Kunci kebahagiaan rumahmu ada padanya, maka bahagiakanlah ia.


Share:

Senin, 12 Mei 2025

Ibadah Adalah Solusi


Di dalam rumah tangga, tak bisa dipungkiri akani ada konflik yang tidak diharapkan keinginannya. Berhubungan dengan sesama manusia yang tidak selamanya memiliki pemikiran yang sama tentu akan memicu adanya konflik. Namun bagaimana cara kita menyikapi konflik ini yang menjadi pertanyaan.


Seringkali ketika ada konflik, banyak hal yang terjadi. Konflik hari ini justru merembet kemana-mana. Ternyata ada konflik lain yang belum beres, dan ada konflik baru dalam konflik yang tengah terjadi. Satu hal yang dapat menyelesaikannya semua adalah dengan kepala dingin, yang berujung ibadah.


Ibadah adalah solusi dari setiap konflik. Ketika seisi rumah beribadah dengan baik, mendekatkan diri pada Sang Khalik, apapun konflik yang terjadi akan bisa diatasi dengan kepala dingin. Konflik itu tidak mungkin jika tidak ada. Pasti ada. Jika tidak ada malah akan menjadi pertanyaan mengapa lurus-lurus saja perjalanannya, mengapa begitu mulus.


Jika konflik hadir di tengah perjalanan rumah tangga, maka ibadah yang kuat adalah solusinya. Ibadah membuat hati tenteram, seseorang bisa mengelola egonya, bisa meredam emosi yang memuncak karena ia ingat Allah. Ada Allah Yang Maha Mengatur segalanya. Allah akan memberikan pertolongan atas segala gunda gulana yang terjadi.


Ibu Kuat, Ibu Hebat


Di dalam rumah, ada seorang ibu yang senantiasa memberikan seratus persen cintanya pada keluarga. Ia hebat karena mampu mengontrol emosinya, ikhlas mengerjakan semua pekerjaan rumah, sabar ketika anak-anak sedang rewel, memberikan perhatian penuh pada suaminya. Ia kuat. Terkadang ia melakukan segalanya sendirian. Ada banyak ujian yang kadang hanya dipendam agar suasana tidak runyam. Ada sikap-sikap dari sekelilingnya yang tidak baik, namun ia coba untuk berdamai karena yakin sekecil apapun perbuatan manusia akan kembali kepada manusia tersebut. Jika yang dilakukan adalah perbuatan baik, akan kembali dengan hal-hal yang baik pula. Dan sebaliknya, jika yang dilakukan adalah perbuatan buruk, maka keburukan pula yang akan datang.


Hatinya kuat, hatinya teguh. Ia tidak hanya kuat secara fisik, namun juga kuat secara mental. Terkadang ia juga rapuh, butuh teman bercerita, butuh divalidasi perasaannya. Lalu ia bangkit kembali setelah terisi energi cintanya.


Kesabaran Ibu

Wahai ibu, engkau sungguh penyabar. Kunci rumah tangga yang damai itu salah satunya adalah kesabaran seorang ibu yang berada di dalam rumahnya. Ia terkadang ingin meninggikan egonya, namun ia libatkan hatinya agar diturunkan untuk berdamai dalam kondisi.


Tidak bisa dibayangkan betapa sabarnya seorang ibu. Terkadang ia sudah lelah, namun masih memaksakan diri untuk melanjutkan pekerjaan rumahnya. Ia pun terkadang ingin berlibur, namun kondisi ekonomo keluarga tidak selalu stabil. Ia pun meredam keinginan-keinginannya, bersabar dalam keadaan. Ia paham bahwa dengan kesabarannya akan muncul kebahagiaan di hari kemudian. Buah sabarnya akan ia petik tatkala ia konsisten dengan kesabarannya.


Namun sabar ini juga tidak selamanya bisa dipertahankan gelombangnya. Tentunya sebagai insan yang bisa yang memiliki berbagai macam emosi seperti marah, sedih, takut, maka kesabaran ini pun diuji. Ada sebuah kalimat yang sering kita dengar yang mengatakan “kesabaranku setipis tisu”. Hal itu benar adanya bahwa ada orang yang sulit untuk bersabar. Kesabaran itu memang harua dilatih terus menerus, setiap hari setiap saat. Tidak mudah untuk bersabar. Mengucapkannya saja yang mudah, namun praktikkan tidak semudah itu.


Orang-orang yang bersabar akan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Di dunia saja jika kita melihat orang yang senantiasa sabar, wajahnya selalu tersenyum semenyakitkan apapun kata-kata yang terlontar untuknya. Ia tetap kokoh. Ia berkembang dengan fokua pada dirinya sendiri. Justru orang-orang yang menghujatnya yang tidak terlihat progres perkembangan dirinya.


Di akhirat, Allah juga menjanjikan bahwa ada ganjaran kebaikan bagi orang-orang yang senantiasa bersabar. Tentu di sini bersabar diartikan tidak hanya menerima keadaan dengan begitu saja, seperti pasrah. Namun bersabar itu ada nilai-nilai perjuangannya, ada ikhtiar, lalu ia bersabar ketika sudah melakukannya. Semoga para ibu di rumah maupun di luar rumah senantiasa bersabar menghadapi segala hal apapun. Ingat bahwa dengan bersabar hidup akan semakin bahagia.


Share:

Minggu, 11 Mei 2025

Selalu Ada Cinta dalam Konflik


Kondisi rumah tidak selamanya penuh tawa dan senyum. Terkadang ada riak-riak kecil yang muncul, mungkin karena salah paham, komunikasi yang tidak baik, ego, lain sebagainya. Bisa disebut dengan konflik, karena ia berhubungan dengan dua atau lebih orang yang terlibat.


Iman tidak selamanya naik, ada kalanya turun. Manusia adalah makhluk yang tidak sempurna yang imannya naik dan turun, tidak selamanya konsisten naik. Ia kadang tidak bisa menahan dan mengontrol marahnya, egonya, keinginannya. Terjadilah konflik. Namun di setiap ada konflik selalu ada cinta. Justru cinta ini yang membuat adanya konflik. Bisa jadi karena cinta terhadap dirinya sendiri, sehingga mengabaikan kebersamaan. Bisa jadi terlalu cinta terhadap pasangannya, sehingga seperti mengekang. Jadi konflik ini memang harus diredakan. Bagaimana caranya? Tentu, dengan cinta lagi.


Cinta yang seperti apa yang bisa meredakan konflik? Cinta yang membuat pasangan nyaman, lebih divalidasi perasaannya, lebih dihormati perannya. Terkadang, mengalah untuk damai adalah jalan yang lebih baik dari semua opsi yang ada. Namun tidak boleh jika hanya suami saja misalnya yang harus mengalah, juga tidak bisa terus-terusan istri yang mengalah. Keduanya harus saling memahami situasi. Paham kapan saatnya mengalah jika terjadi pergesekan.


Ibu punya peran besar untuk meredakan konflik di rumah. Hatinya yang besar dan lapang membuat suasana rumah semakin tenang. Namun ayah juga perlu diapresiasi atas usahanya mengontrol emosi saat di rumah. Di mana ia sudah lelah bekerja seharian memikirkan nafka untuk keluarganya. Tidak perlu ada yang merasa yang selalu berkorban. Ibu dan ayah punya porsinya masing-masing dalam menjalankan peran. Akan jauh lebih baik jika keduanya berlomba-lomba dalam kebaikan.


Di saat ada cucian piring yang menumpuk, ayah tiba-tiba ke dapur dan melihatnya. Sesaat langsung mencucinya tanpa diminta oleh ibu. Di saat air minum dalam dispenser sudah habis, tidak perlu menunggu ayah untuk mengisinya namun bisa langsung diisi sendiri. Betapa indahnya jika semuanya bisa dilakukan bersama-sama, saling menata hati, saling berlomba dalam kebaikan. Namun sungguh disayangkan jika semua hal yang di rumah berlomba untuk merasa paling berkorban, paling lelah. Semoga hal itu dijauhkan dari hati-hati kita.


Ibu Juga Bisa Romantis


Jika kita melihat layar televisi, banyak sekali suami yang romantis. Sisi romantis itu pertama dilihat dari suami yang memberikan cinta kasihnya pada istri. Namun sebenarnya istri atau ibu juga tidak kalah romantis. Romantis itu tidak hanya dilihat dari kata-katanya yang manis. Namun juga dari sikap, dari apa yang telah ia perjuangkan. Seorang ibu telah berjuang bangun pagi, memasak makanan untuk semua anggota keluarga, mengantarkan anak sekolah, menata ruangan rumah, dan hal-hal lainnya. Ia juga tidak ingin sekadar menyajikan sesuatu yang biasa, ia sungguh-sungguh melalukan hal yang terbaik untuk semuanya.


Menyediakan hidangan penuh gizi di rumah juga termasuk sisi romantisnya seorang ibu. Dimana ia berusaha memasak dengan penuh cinta agar masakannya dapat dinikmati oleh seisi rumah. Tak lupa ia berusaha menyempurnakan kandungan gizi yang lengkap pada sajian makanannya.


Ketika suami dan anak-anak mencari pakaian atau perlengkapan yang mereka kenakan, selalu ada cinta ibu yang membantu mencarikan. Romantis sekali bukan? 


Share:

Sabtu, 10 Mei 2025

Ibu Butuh Liburan


Dengan begitu banyaknya kesibukan ibu, semoga ia tetap mampu untuk bisa berlibur. Baik berlibur dalam arti melakukan perjalanan, staycation atau sekadar jalan-jalan ke rumah saudara atau temannya. Bebannya sudah begitu menumpuk, sehingga sesekali ia perlu merefresh suasana hatinya agar tidak terlalu berat.


Wahai para suami, izinkan ia untuk me time, sekadar melakukan kegemarannya di luar rumah. Izinkan ia berkomunitas tanpa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Bagaimanapun dan dimanapun ia berada, yakinlah bahwa ia akan selalu ingat anak-anaknya yang membutuhkannya.


Berikan ia ruang untuk bergerak, beraktivitas, agar tidak jenuh, agar sehat mentalnya. Berikan ia apresiasi atas segala hal yang ia lalukan. Terkadang ia merasa tidak berharga, tidak memiliki sesuatu pencapaian. Padahal, setiap hari ia berusaha untuk menyajikan masakan yang lezat dan enak. Ia upgrade ilmu memasaknya agar keluarga bisa menikmati masakannya yang penuh cinta. Namun itupun lupa diapresiasi, karena dianggap bahwa itu sudah menjadi sebuah keharusan yang dimiliki oleh ibu.


Berikan senyum tulus ikhlas, bantu ia melewati hari-harinya yang menjenuhkan wahai para suami. Ucapkan terima kasih ketika engkau telah menyantap masakannya. Berikan ia ruang untuk bercerita tentang kesehariannya mendidik anak-anak, melakukan semua pekerjaan rumah tangga, dan yang lainnya. Ringankan bebannya, karena terkadang ia merasa dirinya kuat, tidak perlu bantuan. Namun sejatinya seorang ibu adalah wanita yang butuh perhatian. Ia akan sangat senang jika diperhatikan, terlebih oleh suami. 


Ibu Tangguh Arsitek Peradaban

Peradaban dimulai dari rumah. Siapakah yang mengawalinya? Tentu, ibu. Ibu mencetak karakter dari dalam rumah. Begitu besar perannya. Ia adalah tiang negeri. Jika negeri ingin rakyatnya bahagia, adil, makmur dan sejahtera maka kuncinya adalah pada ibu-ibu tangguh di rumah. Namun jika negeri hancir berantakan, siapa yanh disalahkan? Ibu juga. Peran yang sangat tinggi. Namun tidak semua orang menyadarinya.


Seorang cendekiawan, presiden, ilmuwan, arsitek, dokter, tentara yang hebat, lahir dari ibu-ibu yang tanguh, ibu-ibu yang semangat belajar. Peradaban berada di tangan ibu. Maka, wahai para ibu, terus semangatlah belajar, karena awal baiknya generasi ada di tangan kalian!


Share:

Kamis, 08 Mei 2025

Ibu Rumah Tangga Berkarier Surga

Betapa mulianya seorang ibu rumah tangga. Jika semua ibu tahu bahwa balasan apa yang dikerjakan oleh ibu rumah tangga dengan keikhlasan dan kesabarannya tentu ia akan memilih jalan menjadi ibu rumah tangga. Namun tidak semua orang tahu. Ibu bekerja di ranah public adalah ibu rumah tangga. Tentunya ia akan berusaha menyeimbangkan waktu untuk di rumah dan di luar rumah agar keduanya sama-sama berkualitas.


Ibu rumah tangga yang sabar dan ikhlas menjalani semua perannya akan diganjar surga oleh Allah karena ia mendapatkan ridho suaminya. Ridho Allah adalah ridho suami. Jika suami ridh ia di rumah saja, maka ia pun menjalaninya di rumah saja. Namun jika suami ridho ia mengaktualisasikan diirnya di luar rumah, tentu Allah juga ridho akan hal itu. Ibu akan mendapatkan surga lewat pintu mana saja. Sekilas sangat mudah, namun sungguh sulit untuk dipraktikkan.

Dalam perjalanannya, tentu banyak ego dan nafsu yang hadir. Ada konflik—konflik yang muncul seketika. Namun apakah rumah menjadi tempat penyelesaiannya? Ataukah rumah menjadi kacau berantakan. Di sini peran ibu sangatlah penting. Dimana ia menjadi kunci kebahagiaan keluarga itu. Rumah akan menjadi surga bagi penghuninya jika seorang ibu bisa mengatur apa yang ada di rumah. Ibu yang memberikan energi positif pada sekelilingnya. Ibu yang memberikan teladan pada anak-anaknya. Ibu yang memberikan “rumah” pada pasangannya di saat lelahnya bekerja seharian di luar rumah. Ibu bak rumah yang dirindukan. Seisi rumah merindukannya, ingin dekat-dekat denganya, ingin dipeluk olehnya.


Pesona Ibu Rumah Tangga

Ibu rumah tangga sungguh memesona. Walau berseragam daster di tiap paginya, namun memberikan energi positif bagi anak-anak yang ingin berangkat ke sekolah, bagi suami yang ingin berangkat kerja. Ia menyiapkan sarapan pagi, memanaskan air untuk mandi, menyiapkan perlengkapan sekolah anak, memastikan seragam yang dipakai anak sudah tepat pada harinya, memastikan sepatunya sudah bersih. Semuanya diperiksa oleh ibu. Betapa memesonanya ia yang bisa memberikan perhatian penuhnya pada keluarga. Ia tidak digaji layaknya karyaan di kantor. Ia melakukan segalanya penuh cinta, cinta pada Allah karena tahu bahwa itu ibadah.

Betapa memesonanya seorang ibu yang yang kerjanya 24 jam tanpa henti. Saat tertidur pun ia terkadang tidak lelap, karena ada anak bayi yang bisa saja menangis ingin disusui. Ia sebenarnya lelah, namun tetap bisa tersenyum. Ia bahagia mendapatkan Amanah dari Allah untuk membesarkan anak-anaknya. Terkadang ia ingin menangis saat kelelahan, namun ia tahu pertolongan Allah itu pasti. Bersama kesulitannya, ada kemudahan yang telah Allah janjikan.

Ia di rumah saja, tanpa riasan make up, namun tetap terlihat cantik. Ia cantik karena cintanya pada seisi rumah. Ia cantik karena sikapnya yang penuh kelembutan. Ia cantik karena kasih sayangnya yang terpancar dan suami dan anak-anaknya. Wahai ibu, berbahagialah karena engkau sungguh memesona!
Share:

Selasa, 06 Mei 2025

Ibu Butuh Dukungan Penuh Ayah

Betapapun di luar sana banyak sekali cobaan dari berbagai hal, namun jika seorang ibu mendapat dukungan penuh dari ayah, maka semua akan terasa baik-baik saja. Dukungan terbesar ibu berasal dari pasangan hidupnya. Terkadang hidup memang tidak sesuai ekspektasi, di luar dari harapan, namun akan terasa ringan dijalankan ketika ayah mau menata semuanya bersama-sama. Sekeras apapun hal yang ada di luar rumah, jika ayah selalu memberikan dukungan terbaiknya kepada ibu, hatinya akan lega. Namun ketika ia tidak memiliki dukungan dari siapapun untuk mengaktualisasikan diri dan berkarya, menjalani hidup akan semakin terasa berat. Wahai para ayah, dukung selalu istrimu!

Ujian Hidup Akan Selalu Ada

Ujian datang untuk menaikkan kualitas seseorang. Ujian bisa datang dari pasangan sendiri, orangtua, tetangga, teman, atau siapapun yang berinteraksi dengan kita. Bagaimana menghadapi ujian dengan tenang? Tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Membalikkan telapak tangan saja butuh energi bagi orang yang sakit. Nah, menghadapi ujian yang begitu besar dalam kepala manusia seperti apa? Jawabannya dengan mengingat Allah, berserah diri kepada Allah, bahwa ujian datang dari-Nya dan akan ada solusinya dari-Nya juga.

Ujian akan datang silih berganti. Jika belum lulus pada ujian yang 1, ia akan terus menghadapi ujian itu dulu hingga lulus. Kemudian bukan berarti ketika lulus di 1 ujian, seseorang tidak akan mendapatkan ujian lainnya. Justru ujian selanjutnya akan lebih besar. Besar kecilnya ujian bergantung pada persepsi seseorang saja. Ada ujian yang dianggap kecil oleh si A, namun si B merasa itu adalah ujian yang besar. Begitupun sebaliknya. Jadi sudut pandang setiap orang memang berbeda dalam memahaminya dan menyikapinya juga. Kita harus punya pola pikir bahwa semua ujian kecil, Allah Yang Maha Besar. Semoga para ibu bisa menjadikan ujian yang datang sebagai keistimewaan yang akan membuatnya naik “kelas”.

Ketika ujian datang, akan terasa ringan jika dijalani bersama dengan pasangan. Maka di sini butuh kekompakan tim dari ibu dan ayah di rumah agar senantiasa bisa berkomunikasi dengan baik. Bagaimana hari-hari ibu di rumah, bagaimana hari-hari ayah di kantor, semua bisa diceritakan saat anak-anak tidur misalnya atau saat santai di rumah. Ibu dan ayah memberikan ruang untuk bercerita bersama, agar rumah tangga semakin harmonis. Jika rumah tangga harmonis, anak-anak juga merasa tenteram, nyaman, dan berpengaruh kepada tumbuh kembang mereka. Namun ketika rumah terasa banyak teriakan, kemarahan, kelelahan fisik dan jiwa, maka energinya juga akan terserap oleh anak-anak. Nah, kunci kebahagiaan itu sendiri ada pada Ibu. Jika ibu bahagia, anak-anak akan bahagia. Kebahagiaan itu menular ke seisi rumah. Wahai para ayah, bahagiakan istri kalian!

Share:

Senin, 05 Mei 2025

Seorang Ibu Butuh Sosok Ibu

Meskipun seseorang sudah bergelar ibu, ia tetap butuh sosok ibu. Sosok yang mengayomi, yang menjadi tempat ia bercerita, mungkin tempat berkeluh kesah, tempat yang menerima ia dengan segala kekurangannya. Ia tetaplah putri kecil ibunya. Kadangkala ibu secara fisik tidak berada di dekatnya, maka ia akan mencari sosok ibu di sekitarnya. Bisa jadi sosok ibu ini bukan ibu-ibu atau wanita tetapi laki-laki, suami misalnya. Seorang ibu butuh dipeluk, didengarkan, diperhatikan ketika ia penat, lelah, dan segala bentuk yang membuat dirinya down.

Ibu dan Anak-anak

Antara ibu dan anak-anak punya hubungan yang begitu kompleks. Ibu dan anak bisa menjadi sahabat, ibu dan anak bisa menjadi keluarga, ibu dan anak bisa mejadi guru dan murid. Di berbagai peran apapun, ibu harus bisa beradaptasi kapan ia menjadi sahabat, keluarga, guru, dan sebagainya.

Tugas seorang ibu dari mulai mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, dan mendidik sungguh tidak mudah ya. Semua fasenya memiliki tantangannya masing-masing. Namun tantangan ini sendiri sudah sepaket dengan adanya akal yang sudah dikaruniakan oleh Allah. Ibu paham bagaimana menghadapi tantangan ini, walau tiap ibu punya cara tersendiri untuk menyikapinya. Ada yang menyikapinya dengan serius, santai, tidak peduli, atau sangat serius hingga ia tertekan.

Ketika mengandung, betapa seorang ibu sangat memerhatikan apa yang ia konsumsi, bagaimana kondisi bayinya di dalam rahim, bertindak sangat teliti karena khawatir akan berpengaruh pada bayi. Semakin hari bayi yang dikandung semakin membesar, ibu terlihat semakin lelah membawanya kemana-mana. Namun ia tetap tersenyum menjalani harinya. Sungguh luar biasa.

Ketika melahirkan, ia bertaruh nyawa. Ia rela melakukan semuanya demi bayi yang dicintainya. Apapun dilakukan demi keselamatan dan kesehatan bayi. Terlihat wajah yang bangga atas kelahiran anaknya. Walaupun menangis namun hatinya bahagia. Ketika menyusui, ia rela bangun tengah malam dan kapan saja ketika bayinya menangis, padahal ia sangat lelah, kurang tidur. Itu dilalui hingga 2 tahun. Jadi selama 2 tahun ia tidak pernah yang benar-benar bisa tidur dengan begitu nyenyak. Di kasus lain ada ibu yang masih susah mengeluarkan air susunya, sehingga harus mengunjungi dokter ataupun konselor laktasi, yang tujuannya agar bayinya mendapatkan nutrisi terbaik. Terkadang ada ibu yang menangis karena air susunya tak kunjung banyak, sementara ia lihat di sekitarnya ibu-ibu dengan air susu yang banyak. Sungguh, semua perjuangannya untuk anak-anaknya sangat luar biasa.

Lalu anaknya pun semakin besar, perlahan distimulasi dengan berbagai aktivitas, baik itu stimulasi yang berhubungan dengan sensori, motorik, kognitif, taktil, dan sebagainya. Ibu memberikan  waktunya untuk bisa membersamai anak-anaknya. Melihat tumbuh kembang anaknya menjadi sebuah hal yang sangat membanggakan baginya. Tidak jarang ibu yang bekerja di ranah publik pada akhirnya keluar dari pekerjaannya hanya untuk melihat tumbuh kembang anaknya secara langsung. Begitu cinta ia pada anaknya. Ibu yang sudah dari awal menikah merasa sangat beruntung bisa membersamai anak-anaknya. Lalu ibu yang bekerja di ranah publik yang harus membagi waktunya antara  rumah dan di luar rumah terus memantau perkembangan anaknya kepada orang yang sudah dilegasikannya.

Semua ibu keren, semua ibu hebat, semua punya perjuangannya masing-masing. Tidak ada yang tidak berjuang. Semua punya kemudahannya masing-masing beserta kesulitannya juga. Wahai para ibu, mari berpelukan erat, saling menguatkan!

 

Ketika mendidik anak, ada saja yang yang menjadi tantangan. Kadang ia ingin menangis, namun anaknya sendirilah yang menguatkannya. Mendidik anak adalah mendidik peradaban. Mendidik 1 anak saja butuh peran orang sekampung, saking banyaknya yang harus terlibat dalam hal mendidik ini. Mendidik bukan hanya tugas ibu. Jika hanya ibu yang bertugas, betapa lelah ia melakukannya seorang diri. Namun ibu tetaplah tegar, walau terlihat ia sebagian besar melakukannya sendirian, ia tetap bisa tersenyum pada dunia. Ia tahu bahwa ada Allah Sang Penolong yang akan memberikan solusi atas semua tantangan yang ia hadapi.

Ketika mendidik anak, ada kalanya anak tidak selalu menurut, namun ibu berusaha mencari segala macam cara agar anak paham dengan apa yang ia ucapkan. Dalam mendidik anak, peran ayah tentunya sangat besar, bagaimana semuanya bisa bersinergi. Ayah adalah sosok yang tegas, ibu adalah sosok yang lembut. Ada pesan-pesan yang harus disampaikan dengan tegas oleh ayah, dan ada pesan-pesan yang harus disampaikan dengan  lembut oleh ibu. Anak-anak harus mendengarkan pesan tegas dan lembut ini. Semua pesan tidak bisa disampaikan dengan tegas saja, begitu juga dengan lembut. Peran ibu sangat istimewa, maka berikan kasih sayang paling tulus terhadapnya. Peran ayah juga tentunya tidak diabaikan, ia adalah partner ibu dalam menjalankan misi peradaban.

Share:

Sabtu, 03 Mei 2025

Pilihan Hidup

Jika menjadi Ibu Rumah Tangga adalah pilihan hidup, panggilan jiwa, bukan paksaan dari siapapun, baik itu suami, orangtua, sahabat atau siapapun itu, maka menjalaninya dengan sadar akan sangat ringan, tidak ada beban yang begitu berat. Namun jika menjadi ibu rumah tangga ini bukan pilihan hati, tentu akan sangat melelahkan sehari-harinya. Ibaratnya seperti dipaksa melakukan hal yang tidak disukai. Bagaimana Anda menjalani keterpaksaan? Berat bukan? Tentu saja. Maka dari itu, sadarkan diri bahwa ibu rumah tangga itu harus benar-benar pilihan dari hati.

Ibu Rumah Tangga Vs Ibu Bekerja

Pertama, perlu dipertanyakan, apakah ibu rumah tangga tidak bekerja? Tidak, ia bekerja, hanya saja tidak digaji layaknya di perusahaan. Apakah ibu bekerja bukan ibu rumah tangga? Ia juga punya tanggung jawab di rumah. Jadi, perlu di luruskan bahwa semua ibu adalah ibu rumah tangga dan semua ibu adalah ibu bekerja. Namun bekerja di bidang dan pilihan hati masing-masing. Ada yang bekerja di ranah domestic (rumah). Inilah yang sering disebut dengan Ibu Rumah Tangga. Dan ada pula ibu yang bekerja di ranah publik atau di luar rumah. Inilah yang sering disebut dengan ibu bekerja atau  working mom. Keduanya punya peran yang sama-sama baik. Ibu rumah tangga dengan segala aktivitasnya mengurus rumah sambil mngaktualisikan dirinya. Ibu bekerja juga seharian di kantor misalnya berusaha untuk membantu perekonomian keluarga dan aktualisai dirinya. Keduanya adalah ibu hebat, yang tidak bisa dibandingkan satu sama lain. Keduanya memiliki jalannya masing-masing sepaket dengan prosesnya masing-masing juga. Tidak ada yang lebih unggul, tidak ada yang paling baik. Keduanya punya jalannya masing-masing. Untuk itu, hal yang perlu dilakukan adalah menghargai apapun yang dilakukan oleh ibu, baik yang di ranah domestik maupun di ranah publik.

Menjadi Ibu yang Membanggakan atau Dirindukan

Ada seorang ibu yang khawatir jika ia “hanya” menjadi ibu rumah tangga, anaknya tidak akan bangga terhadapnya. Anaknya bisa minder karena teman-teman anaknya melihat ia hanya di rumah saja, tidak sepeti ibu mereka yang bekerja di luar rumah, rapi, wangi dan mengesankan.

Namun perlu diketahui, ketika ibu bertanya pada si anak, apakah ia lebih suka ibunya di dalam rumah atau di luar rumah? Hampir semua anak ingin ibunya ada ketika ia pulang sekolah, ia ada ketika anaknya mengerjakan tugas sekolah, ia hadir di saat anaknya membutuhkannya. Jadi sebenarnya anak tidak begitu memikirkan ibunya harus seperti apa, punya jabatan apa. Namun ia lebih butuh ibu yang selalu hadir saat ia butuhkan, yang artinya menjadi ibu yang dirindukan.

Seorang ibu tidak perlu memikirkan apakah anaknya bangga terhadapnya. Anak akan selalu bangga pada ibu yang baik. Yang perlu dipikirkan adalah apakah ibunya bangga terhadap dirinya sendiri? Seringkali ibu tidak bangga terhadap dirinya sendiri? Lalu kemudian apa yang akan terjadi? Tentu saja ibu tidak bahagia dengan apa yang ia jalani. Sementara kebahagian di dalam rumah itu terpancar jika sang ibu bahagia. Jika ibu tidak bahagia, rumah akan redup, tidak ada cahaya. Untuk itu, perlu ditanamkan pada ibu-ibu yang sudah memilih untuk menjadi ibu rumah tangga bahwa ia harus bangga dengan dirinya.

Ibu yang banga dengan dirinya, bukan berarti sombong. Namun dengan penuh kesadaran ia tahu bahwa dirinya berharga, dirinya memiliki value. Dengan karakter ini, ibu akan memberikan pengaruh-pengaruh positif di dalam rumah, sehingga kebagaiaan menyelimuti  seluruh penghuni rumah. Rumah yang bahagia membuat anak rindu. Kemanapun ia pergi, ia tahu bahwa tempat kembalinya adalah rumah, dimana di dalam rumah ini ada seorang ibu yang selalu dirindukan.

Share:

Jumat, 02 Mei 2025

Ibu Rumah Tangga Produktif

Bagaimana agar ibu rumah tangga yang katanya di rumah saja bisa memaksimalkan potensi dirinya, bermanfaat untuk banyak kalangan, menjalani hidup dengan bahagia dan bermakna. Semua tidak lepas dari semangat seorang ibu tersebut. Semangat itu bisa diperoleh dari dalam dirinya sendiri dan lingkungan yang mendukungnya. Lingkungan sangat berpengaruh, namun dirinya sendirilah pemegang kunci produktif itu.


Ibu rumah tangga harus bisa memaksimalkan potensi dirinya. Hanya karena di rumah saja atau sebagian besar waktunya ada di rumah, terus tidak bisa menjadi apa-apa? Itu sebuah pemikiran yang keliru. Ibu rumah tangga bisa memaksimalkan potensi dirinya dengan terus belajar, membaca buku, mengikuti kurus daring dan luring, dan sebagainya.  Ibu rumah tangga juga bisa berperan besar di masyarakat, di lingkungan sekitar rumahnya. Misalnya saja aktif membina ibu-ibu di sekitar dengan kajian, memberikan ide-ide untuk masak bersama, dan sebagainya.

Ada hal yang sering lupa dilakukan oleh ibu rumah tangga, yaitu olah raga yang teratur dan terencana. Dengan kesibukan yang begitu banyak di rumah, terkadang ibu rumah tangga ini lupa bahwa ia perlu merawat tubuhnya agar selalu sehat dan bugar. Di sini perlu peran support system agar memberikan waktu kepadanya untuk bisa beraktivitas olah tubuh. Jika memang ada kondisi yang membuat ia tidak  bisa meluangkan waktu khusus, maka bisa mencuri-curi waktu dengan olah raga ringan di rumah saja. Ide lainnya dengan mengajak anak untuk berjalan keliling komplek rumah misalnya. Setidaknya ia tidak hanya berdiam diri di rumah saja, namun tetap menghirup udara segar di luar rumah, menyapa para tetangga, dan berinteraksi dengan orang-orang di luar rumahnya.

Ibu Rumah Tangga Perlu Bantuan Asisten
Tidak semua ibu bisa melakukan pekerjaan rumah sendirian. Jika ia perlu asisten, maka selayaknya seorang suami memenuhi kebutuhan ibu. Terkadang aktivitas yang banyak di rumah memerlukan Kesehatan fisik dan mental yang kuat. Coba bayangkan Ketika anak-anak tidak sengaja menumpahkan air ke lantai, sementara si ibu sedang lelah, maka apa yang terjadi? Bisa jadi ia membentak anaknya, memarahi, lalu berakibat yang tidak baik kepada anak. Ada luka batin pada si anak yang bisa jadi tidak mudah untuk membasuhnya.

Seorang ibu juga butuh waktu tidur yang cukup, sehingga Ketika ia merasa kelelahan, ia bisa istirahat sejenak, dan pekerjaan lainnya dilanjutkan atau dikerjakan oleh asistennya. Dengan hadirnya asisten, Kesehatan fisikdan mentalnya terawatt dengan baik. Adanya asisten bukan berarti menjadikan ibu ini tidak memerhatikan kondisi rumah dan anak-anaknya. Kendali untuk mengatur segala yang ada di rumah tetap menjadi tugas dan peran ibu rumah tangga. Namun dalam hal ini asisten hanya berperan untuk meringankan tugasnya saja, tugas-tugas domestik misalnya bisa didelegasikan sebentar ke asisten. Menjadi ibu rumah tangga tidak harus melakukan semua pekerjaan yang di rumah oleh seorang diri. Ada kalanya ia butuh asisten, dan hal tersebut tidak mengapa.

Ibu Bahagia

Ibu rumah tangga harus bahagia. Jika tidak bahagia perlu ditelusuri mengapa ia tidak bahagia. Apakah menjadi ibu rumah tangga bukan pilihannya? Atau menjadi ibu rumah tangga karena kondisi yang memaksa? Jika menjadi ibu rumah tangga bukan pilihannya sendiri, tentu akan berat menjalani hari-hari nantinya. Ibu perlu berdiskusi panjang dengan pasangannya tentang apa yang dirasakan ketika menjadi ibu rumah tangga. Jika tidak mendapatkan solusi dari diskusi, alternatif lainnya bisa konsultasi ke psikolog klinis. Saat ini banyak sekali kasus ibu rumah tangga yang tidak bahagia. Jika tidak bahagia, dampak buruknya kemana-mana, dampaknya besar, pengaruhnya besar. Jadi, ketika memutuskan menjadi ibu rumah tangga, pastikan bahwa kondisi jiwa, raga, mental sehat secara keseluruhan.

Ibu tidak selalu bahagia, sebagaimana kita tidak selalu tertawa. Ada kalanya mata ingin mengeluarkan kristal-kristal bening. Jadi istirahatlah sejenak, tarik napas dan hembuskan perlahan, resapi semua yang terjadi. Jika sudah lega, kembali beraktivitas.  Dengan banyaknya tanggung jawab yang harus ditunaikan, kadang kala ada saatnya burn out. Jangan sampai berlarut-larut, segera atasi apa penyebabnya, cari solusinya. Dengan begitu, bahagia akan selalu mewarnai ibu.
Share:

Kamis, 01 Mei 2025

Bahagianya Menjadi Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga Bukan Pengangguran

Sebagian orang berpikir bahwa ibu rumah tangga ini seperti pengangguran karena tidak menghasilkan uang setiap bulannya dari perusahaan, lembaga, yayasan, atau sejenisnya. Ibu Rumah Tangga dipandang sebelah mata karena yang dilihat hanya melakukan pekerjaan rumah layaknya seperti yang dilakukan oleh Asisten Rumah Tangga. Padahal kenyataannya banyak sekali yang harus dilakukan oleh Ibu Rumah Tangga, bukan sekadar berbenah rumah dan memasak saja. Ia harus mengatur keuangan rumah tangga, memastikan bahwa pendidikan anak-anak terkendali, memberikan teladan yang baik kepada anak-anak. Tugas-tugas itu tentunya bukan urusan dan ranah asisten rumah tangga. Tugas-tugas itu berat. Tugas yang menjadi arsitek peradaban bangsa kelak.

Ibu Rumah Tangga memang tidak menghasilkan uang, namun jika digaji satu demi satu  dar pekerjaan hariannya bisa jadi gajinya lebih besar dari karyawan di perusahaan. Untuk menggaji tukang setrika baju, tukang masak, tukang antar jemput anak ke sekolah, tukang berbenah rumah, menjadi dokter dan perawat di rumah, menjadi manajer keuangan keluarga, dan sebagainya. Pandangan sebagian masyakarat seharusnya diluruskan dan dibuka cara berpikirnya.
Tidak semua wanita harus menjadi ibu bekerja di luar rumah, ada kondisi-kondisi tertentu yang menjadikannya harus berada di rumah. Setiap keluarga punya keputusan dan pertimbangannya masing-masing, jadi selayaknya harus dihargai dan dhormati secara penuh. Terlebih mungkin jika seorang suami bisa memberikan nafkah yang cukup dan berlebih, sehingga mereka memutuskan agar suami saja yang bekerja dan istri berada di rumah.

Ibu Rumah Tangga Mengaktualisasikan Diri

Agar tidak hanya sekadar menjadi Ibu Rumah Tangga, maka saya berpikir bahwa ia tidak boleh hanya melakukan aktivitas dapur dan sumur saja. Ibu Rumah Tangga harus berani dan mau mengaktuliasikan dirinya, misalnya berkomunitas, berorganisasi, menjalani kegemarannya yang bisa menghasilkan pundipundi rupiah maupun tidak, sehingga ia memiliki value yang terus tumbuh dan berkembang. Jika suatu saat misalnya memutuskan untuk bekerja di luar rumah, ia tetap bisa, ia mampu melakukannya dan mampu berkontribusi penuh.

Jika ia suka menulis, ia bisa berkembang dengan tulisannya walau “hanya” dalam rumah saja. Misalnya dengan aktif menulis di blog berbayar, mengikuti kompetisi-kompetisi menulis, mengikuti seminar kepenulisan, aktif di komunitas dan organisasi kepenulisan, dan menjadi pegiat literasi. Semua bisa dilakukan oleh ibu rumah tangga. Ketika ada agenda di luar rumah yang mengharuskan ia harus beranjak dari rumahnya, ia bisa berbagi tugas dan peran dengan suaminya atau kerabat dekat. Perannya menjadi Ibu Rumah Tangga tidak luluh. Ia tetaplah seorang Ibu Rumah Tangga, namun Ibu Rumah tangga yang bukan sekadar Ibu Rumah Tangga, Ibu Rumah Tangga yang bervalue tinggi.

Jika ia suka memasak, ia bisa mengembangkan bakat memasaknya dengan menjual hasil masakannya, mengikuti kursus-kursus memasak yang ia butuhkan. Semua dilakukan dengan konsisten, sehingga nantinya akan berbuah semakin besar. Ia akan merasakannya tidak secara instan, butuh waktu bertahun-tahun. Namun dengan begitu ia tidak akan merasakan kejenuhan, dan tidak menjadi sekadar ibu rumah tangga yang dipandang sebelah mata.

Jika ia suka kerajinan tangan, hasil dari kerajinan tangannya bisa dijual melalui orang-orang terdekat, mengikuti kursus kerajinan tangan yang levelnya lebih tinggi, aktif menunjukkan kerajinan tangannya di media sosial, sehingga nilai-nilai sebagai Ibu Rumah Tangganya meningkat.

Antara Ijazah dan Keterampilan

Terkadang, ada Ibu Rumah Tangga yang berpendidikan tinggi dengan latar belakang keilmuan sains misalnya, namun terus mengasah keterampilan menulis atau memasak. Apakah baik seperti itu? Itu pilihan masing-masing. Jika merasa tidak masalah, tentu saja tidak apa-apa. Apalagi jika sudah ada target ke depannya akan seperti apa. Persentase latar belakang keilmuan seseorang yang bekerja di ranah publik pun ternyata lebih tinggi disbanding yang linear dengan keilmuan yang ia miliki di perguruan tinggi. Jadi, tentunya di sini butuh dipikir lebih matang apakah mau mengambil jalan ibu rumah tangga yang berprinsip tetap pada latar belakang yang tercantum di ijazahnya atau mengasah hobi yang sudah ada.
Banyak orang sukses yang berhasil dengan skillnya tanpa melupakan latar belakang pendidikannya. Jadi apapun latar belakang pendidikannya, itu sebuah hal yang sudah ditempuh, ada kerangka berpikir yang terbentuk di sana, dan tidak selalu harus sejalan di kemudian hari. Setiap orang punya keutusan dan pilihannya masing-masing dan tidak perlu ada yang disesali. Semua yang telah dilalui ada prosesnya, tidak ada yang sia-sia, dan ada manfaat bersamanya.

Bangga Menjadi Ibu Rumah Tangga

Tidak perlu minder, berkecil hati, atau rendah diri menjadi Ibu Rumah Tangga, karena sejatinya Ibu Rumah Tangga adalah peran yang membanggakan ia menjadi madrasah untuk anak-anaknya, ia menjadi pengatur keuangan rumah tangga, ia sebagai pusat ketentraman dalam rumah. Jika teman-teman semasa sekolah dahulu sudah memiliki posisi dan jabatan tinggi di perusahaan, sudah menjadi pegawai negeri, sudah menjadi apa yang dimimpi-mimpikan orang, tidak perlu merasa bahwa ibu rumah tangga hanya berjalan di tempat, tidak melakukan pencapaian seperti mereka. Perlu ditanamkan di dalam diri bahwa menjadi ibu rumah tangga itu pekerjaan yang mulia yang tentunya tidak semua orang sanggup untuk menjalaninya.

Banyak wanita yang tidak siap menjadi Ibu Rumah Tangga karena begitu banyak gejolak di pikiran, merasa tidak bangga dengan diri sendiri, berpikir apakah anak-anak tidak bangga dengannya. Padahal itu hanya berada di dalam pikiran saja, masih banyak orang yang sangat menghargai keberadaan Ibu Rumah Tangga, sejatinya anak-anak ingin selalu ada di dekat ibunya, diperhatikan dan dipedulikan oleh ibunya, anak-anak rindu dengan ibunya. Maka, dengan segala hal keistimewaan itu apakah masih tidak bangga menjadi Ibu Rumah Tangga?

Jika Suatu Hari Bekerja di Luar Rumah

Wanita yang mengambil jalan menjadi Ibu Rumah Tangga saat ini belum tentu menjadi Ibu Rumah Tangga untuk seterusnya. Bisa jadi ketika anak-anaknya sudah besar, maka tugas pengasuhan yang harus didik di rumah selama 24 jam menjadi terbagi dengan sekolah, sehingga ia bisa mengaktualisaikan dirinya di luar rumah. Maka, ketika dulu ia memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga dengan mengasah keterampilannya, ia masih bisa survive di dunia kerja. Untuk itu, walaupun memutuskan untuk menjadi Ibu Rumah Tangga sebaiknya tidak boleh hanya sekadar melakukan pekerjaan harian rumah saja, tetap harus mengasah dan menambah skill. Asupan nutrisi otak sangat dibutuhkan agar tetap melaju bersama perkembangan zaman.

Sebelum ingin aktif di luar rumah, sebaiknya sudah melakukan diskusi yang mindful bersama pasangan, sehingga tidak ada kesalahpahaman. Untuk memulai hal yang baru tentunya tidak mudah, ada hal yang biasanya dilakukan, namun Ketika sudah berubah menjadi bergerak seiring perubahan itu. Suami dan istri juga harus mengondisikan anak-anak agar terbiasa dengan hal yang baru. Mereka harus paham bahwa ada kondisi yang berubah, ibunya sudah tidak 24  jam lagi di rumah, yang mungkin juga ketika mereka pulang sekolah tidak langsung melihat Ibunya.

Share: